Tak ada lagi tempat untuk kita, Sayang. Tak ada lagi rumah maupun gua yang tersisa. Kita menjebakkan diri dalam fragmen ingatan dan tak bisa keluar.
Saat menjelang malam, apa lagi yang tersisa saat lelah dan kesal menumpuk? Tapi kita berada di ruang kaca yang terang benderang namun tak ada orang lain yang melihat. Ruang yang disebut fragmen ingatan itu adalah sesuatu yang harus diciptakan meski menghabisi diri.
Ruang yang disebut fragmen ingatan itu adalah sesuatu yang harus dikidungkan demi keyakinan meski ditolak orang-orang terdekat.
Baca Juga: Kisah: Lelaki Beraura Violet (14)
Kita telah melewati berbagai ketakutan yang paling sepi, bukan? Apakah sekali lagi, tak bisa kita yakini bahwa semua ini akan berarti jika kita berani?
Aku tahu kau sedang berada di pucuk lelah, Sayang. Bila memang kita adalah dua insan yang terbuang, mengapa tak sekali lagi kita angkuh dan berpikir bisa menciptakan kebahagiaan demi kebahagiaan di tempat terpencil, jauh, dan terasing?
Mengapa kita tak sekali lagi angkuh, menganggap diri sebagai puncak dari segala hal yang telah terjadi? Biar pun berat, tidak kah kau lihat harapan-harapan kecil ini adalah sesuatu yang berwajah puisi?
Jika memang tak ada lagi tempat untuk kita, mengapa tak kita tinggal saja pada sajak-sajak yang kita tulis ketika malam yang paling dingin?
Oh aku lupa, kita bukan penyair.
Artikel Terkait
Mia Khalifa Ungkap Alasannya Tinggalkan Industri Film Porno
Agensi Ungkap Awal Hubungan Arawinda Kirana dan Suami Amanda Zahra: Komunikasi Soal Kesehatan
Cristiano Ronaldo Sepakat Gabung Klub Arab Saudi Al Nassr, Nilai Kontraknya Triliunan Rupiah
Mengenal Arti Warna dalam Psikologi dan Filosofinya
Pinkan Mambo Sarankan Rizky Billar Cerai dengan Lesti Kejora, Begini Reaksi Ayah Baby L