pagi ini, ketika duduk di teras belakang rumah, dan selarik angin dingin mengantarkan kapas randu ke mataku, aku ingat kamu.
aku yakin, di sana, kau masih terlelap, dimesrai mimpi, yang tadi malam kukirimkan untuk menjagamu. aku juga tahu, kantuk mencintaimu lebih daripada orang lain. karena itu, tiap malam, kuciptakan mimpi, dan menginsepsimu dengan kisah riang, yang sepanjang siang kerap kita percakapkan.
tapi pagi ini, aku tak ingin menaja mimpi. seiring pedar kopi yang menari di pangkal lidahku, aku ingat pertanyaan berulangmu, ''Mas, mengapa engkau mencintaiku?" dan engkau selalu tertawa, ketika kujawab dengan hal yang sama. ''Entahlah. rasa itu datang begitu saja. aku tak memiliki alasan, dalih, nubuat, hal apa pun untuk dapat menjelaskannya padamu. aku cuma tahu bahwa aku mencintaimu, tanpa karena dan sebab..."
dan pagi ini, dari seorang teman, aku menemukan isyarat alam, yang barangkali senyawa dengan situasi yang kurasakan: ya, buah randu itu.
cintaku sayang, barangkali bekerja dengan cara yang sama seperti pohon randu yang berbuah itu. lihatlah, di musim penghujan ini, ketika tunas daun mulai meremaja, buahnya justru telah matang terlebih dahulu. randu itu berbuah, bukan karena musim, atau menghitung jumlah kasur yang harus berganti kapuk. dia berbuah bukan untuk menyenangkan penanamnya, atau aku, yang selalu terkagum melihat kapas putih itu dipermainkan angin, dan kadang menangkapnya dengan dua jari.
Baca Juga: Panik! Pesan Wanita Panggilan, Seorang Suami Marah karena yang Datang justru Istrinya
randu itu juga tak memekarkan buahnya karena aku menyukai suara kertapannya, di diam malam atau di rindang subuh. dia berbuah saja, entah itu akan dipetik, menua-mengapas di dahan, atau jatuh dan menghumus di tanah.
dia berbuah, karena itu siklus hidupnya, setelah akar mendapat hak, batang menerima makan, ranting dan daun berkecukupan menerima asupan makanan.
randu itu sayang, berbuah sebagai kegembiraan, sebagai tanda, ia menikmati kehidupan.
dia berbuah karena itu cara dia hidup. tak ada alasan, meski kita bisa mencari dan menjelaskan sebab.
dan begitulah juga aku, ketika mencintaimu. cintaku sayang, adalah ekternalisasi dari proses alamiah tubuh dan pikiranku yang selama ini diasuh kehidupanku: kamu.
aku mencinta sebagai cara merayakan dan menghormati hidupku, kamu.
ya, kamu.
lalu, kamu yang selalu mencari alasan, dan menghamba pada rasionalitas, akan mengejarku dengan perangkap tanya, ''apakah proses itu akan terus berlangsung ketika kehidupanmu, akumu ini, tak lagi indah?"
ahh, andai randu itu bisa bicara, tentu kapas yang tadi menyentuh pipiku akan kukirimkan padamu, untuk menjelaskan bahwa bukan keindahan dan kecantikanmu itu yang memenjaraku. keindahan dan kecantikan sayang, tidak pernah menghamba pada sesuatu, atau melekati sesuatu dengan sempurna. keindahan yang menghamba pada benda tak akan baqa. dia terjerat waktu, terpenjara mata.